Was-Was akan Daging

roast_beef2Kecemasan akan halal atau tidaknya daging yang beredar di pasar saat ini cukup beralasan. Selain para pelaku usaha daging di tanah air yang kadang-kadang berbuat curang, juga banyaknya daging impor yang didatangkan dari berbagai negara non muslim. Daging yang berasal dari luar negeri masih dipertanyakan, apakah benar-benar disembelih secara Islam atau tidak. Pertanyaan itu sangat beralasan, mengingat daging itu kebanyakan berasal dari negara-negara non muslim.

Daging dari hewan yang haram Daging yang berasal dari hewan haram seperti babi, celeng, kodok, anjing dan sebagainya sering dipasarkan kepada masyarakat. Biasanya daging itu dicampurkan dengan daging sapi, sehingga masyarakat tidak menyadari kalau dia membeli daging haram. Dalam sejarah perhalalan di Indonesia sudah tercatat beberapa kasus yang melibatkan daging haram, seperti daging babi dan celeng. Pada tahun 1997 terjadi kasus pencampuran daging sapi dengan daging babi di Lampung. Kasus itu kemudian ditangani oleh aparat kepolisian, dan para pelakunya dimeja hijaukan.

Hal yang sama pernah terjadi pada tahun 2000, di mana daging sapi yang dijual di Jabotabek diduga dioplos dengan daging celeng dari Sumatera. Kasus itu sempat menghebohkan masyarakat. Penjualan daging menurun drastis. Tukang baso dan mie ayam ikut merasakan dampaknya, karena orang takut membeli makanan yang berasal dari daging.

Di masa yang akan datang kerawanan penggunaan daging dari hewan haram ini masih mungkin terjadi. Sebab populasi babi dan celeng di Indonesia relatif cukup besar dibandingkan dengan pengkonsumsi daging haram tersebut. Khusus untuk daging celeng atau babi hutan, hewan tersebut hidup secara liar di hutan-hutan di Sumatera. Keberadaannya sering mengganggu petani dan masyarakat di sekitar hutan. Oleh karena itu hewan tersebut biasanya diburu dan dibunuh. Mengingat harga daging sapi yang terus beranjak naik dan kehidupan ekonomi masyarakat yang masih kurang baik, hal ini bisa saja menggoda oknum-oknum masyarakat untuk berbuat curang dengan menjual daging celeng tersebut kepada masyarakat sebagai daging sapi.

Bangkai

Bangkai adalah hewan yang sudah mati sebelum disembelih. Seharusnya bangkai tidak dapat dikonsumsi manusia, baik untuk alasan kehalalan maupun kesehatan. Dari segi kehalalan hukum bangkai ini sudah cukup jelas, yaitu haram. Namun dalam praktik perdagangan daging di Indonesia, kecurangan dengan memasukkan daging bangkai di samping daging halal lainnya masih saja terjadi. Di beberapa daerah di Jawa ada beberapa oknum blantik (pedagang hewan) yang masih berbuat curang dengan memotong bangkai sapi atau kerbo dan menjual dagingnya ke pasar. Penyembelihan bangkai ini tentu saja dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan ilegal. Namun dari keterangan beberapa pihak, praktik pembelian dan perdagangan sapi bangkai ini masih terjadi. Sapi atau kerbau yang sudah mati (akibat sakit atau sebab lainnya) bisa ditawar oleh para blantik itu seharga 500 ribuan. Sebuah harga yang sangat murah, dibandingkan sapi sehat yang berharga lebih dari 5 jutaan. Dari bangkai itu kemudian dihasilkan daging haram yang dijual bersamaan dengan daging normal, sehingga tidak dapat dideteksi oleh konsumen.

Demikian juga yang terjadi dengan ayam. Dalam perdagangan ayam pedaging, biasanya ada ayam yang mati sebelum disembelih. Kematian itu disebabkan oleh daya tahan yang kurang baik selama perjalanan atau terkena penyakit. Secara normal jumlah ayam yang mati sebelum disembelih dalam setiap pengiriman sekitar 0,1 sampai 1%. Seharusnya ayam bangkai atau terkenal dengan istilah ayam tiren (mati kemarin) itu tidak boleh dikonsumsi manusia. Namun dalam praktiknya ada saja oknum pedagang yang sengaja memanfaatkan daging ayam bangkai itu dan mencampurnya ke dalam daging ayam sehat.

Hewan yang tidak disembelih dengan cara Islam Dalam dunia perdagangan, daging yang tidak disembelih secara Islam juga sering terjadi jika penyembelih hewan tersebut bukan beragama Islam. Meskipun hewan yang disembelih adalah hewan halal, tetapi kalau tidak disembelih secara halal, maka dagingnya juga akan menjadi haram. Tetapi untuk pemotongan hewan di dalam negeri, proses penyembelihan yang dilakukan secara resmi pada umumnya telah dilakukan secara Islam dan oleh pemotong yang beragama Islam. Meskipun untuk daerah-daerah yang penduduknya kebanyakan non muslim, tetapi peraturan yang diterapkan untuk RPH-RPH (Rumah Potong Hewan) pemerintah harus menggunakan jagal yang beragama Islam. Akan tetapi untuk hewan yang bisa disembelih tanpa harus di RPH, seperti ayam, kerawanan halal itu tetap akan ada.

Daging impor

Ketergantungan akan daging impor di Indonesia belum bisa dihilangkan. Permintaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan suplai yang terbatas mengharuskan kita mengimpor daging dari luar negeri. Selain itu daging dengan kualitas tertentu ada yang tidak dapat dihasilkan oleh sapi lokal. Oleh karena itu daging tertentu memang harus tetap didatangkan dari luar negeri.

Memang kebanyakan daging yang diimpor ke Indonesia itu memiliki sertifikat halal dari Asosiasi Muslim setempat. Tetapi pengawasan dan kewaspadaan terhadap daging impor itu tetap harus dilakukan, mengingat dalam dunia perdagangan praktik-praktik manipulasi untuk mendapatkan keuntungan besar masih saja terjadi. Pemberian sertifikat halal untuk daging itu dilakukan dengan mempekerjakan jagal-jagal muslim. Untuk itu biasanya harga daging halal sedikit lebih mahal dibandingkan daging non halal. Pengusaha yang nakal kadang-kadang suka menambahkan jumlah daging dari yang dipotong secara halal. Misalnya mereka order daging halal cuma 100 ton, tetapi memasukkan seribu ton. Sisanya diambil dari daging yang non halal.

Kejadian seperti itu mungkin saja, jika tidak ada pengawasan yang serius dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu masyarakat dan konsumen perlu lebih waspada terhadap daging impor ini. Nw.

Category:  
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.
0 Responses