Seafood, tidak Selamanya dari Laut

lobstermangalore2Sebagian orang merasa aman dengan makan di rumah makan seafood. Sebab ada kaidah yang menyebutkan bahwa semua yang datangnya dari laut itu halal, bahkan untuk bangkainya. Artinya binatang laut itu halal dan tidak perlu disembelih secara Islam. Tetapi apa jadinya jika cap “sea food” tersebut juga mengakomodasi daging lain yang tidak halal?

Seorang tokoh selebriti muslim pernah mengatakan bahwa ketika jalan-jalan ke luar negeri, dia lebih memilih seafood. Sebab makanan ini ditanggung halal. Pendapat ini tidak salah, karena semua makanan laut itu halal. Bahkan ia juga tidak perlu disembelih sebagaimana hewan darat. Dengan demikian kita tidak lagi pusing dengan proses pemotongan untuk mendapatkan dagingnya.

Anggapan ini kurang disetujui oleh Prof Aisjah Girindra, seorang tokoh halal yang juga direktur LPPOM MUI. Menurutnya, makan seafood itu tetap saja mengundang kecurigaan, karena proses pengolahannya masih berpeluang menggunakan minyak babi atau bahan haram lainnya. Oleh karena itu guru besar biokimia IPB ini selalu merasa enggan ketika diajak makan di restoran seafood.

Dalam perkembangannya, restoran seafood memang tidak selamanya hanya menyajikan menu-menu dari laut saja. Setidaknya dari hasil penelusuran yang dilakukan Jurnal Halal di beberapa rumah makan seafood di Jakarta dan sekitarnya dapat dilihat bahwa hal itu memang terjadi. Di Restoran Taman Ratu, Kedoya, Jakarta Barat, milik TuanL (namanya minta disamarkan), dari luar tampak seperti restoran seafood, karena memang dituliskan demikian. Namun ketika ditelusuri ke dalam, ternyata rumah makan ini juga menjual menu babi, kodok dan daging-daging lainnya. Ada menu yang memang menggunakan daging babi sebagai bahan utama, seperti bakut asin, ada juga yang menggunakan babi sebagai pelengkap, seperti dalam tumisan dan menu seafood lainnya. Restoran ini juga menjual menu daging kodok atau yang lebih dikenal sebagai swikee.

Demikian juga yang terjadi di restoran Central Seafood di Meruya Ilir, Jakarta Barat. Restoran milik Tuan D (namanya juga minta disamarkan) ini memang secara umum hanya menjual daging dan menu dari laut, seperti berbagai jenis ikan, cumi, udang dan aneka kerang. Namun di balik menu lautnya tersebut D juga menjual daging kodok atau swike dan menggunakan arak merah sebagai campuran menunya. D mengaku tidak menjual babi dan tidak terlihat menu dari babi dalam daftar hidangannya. Tetapi penggunaan kodok dan arak merah itu sudah cukup membuktikan bahwa tidak semua menu yang dihidangkannya halal.

Di tempat lain, ada juga restoran seafood yang juga menjual menu babi. Misalnya saja yang terdapat pada restoran “Seafood 274” di Pesanggrahan, Jakarta Barat. Rumah makan milik BI (nama lengkap ada pada redaksi) ini tidak hanya menjual hewan laut, tetapi juga kodok, babi dan daging lainnya. Arak merah atau ang ciu pun ikut tampil dalam beberapa menu yang dijualnya.

Pembeli Umum

Sekali lagi menjual menu babi ataupun barang-barang haram lainnya tidaklah terlarang di negeri yang majemuk ini. Tetapi yang diinginkan konsumen muslim adalah kejelasan mana yang halal dan mana yang haram. Termasuk jika memang menjual babi dan bahan haram lainnya, mengapa hal itu tidak dikomunikasikan secara terus terang kepada pembeli?

Dari pantauan yang dilakukan Jurnal Halal di tempat-tempat tersebut, pembeli yang datang berasal dari masyarakat yang sangat beragam. Ada dari kalangan non muslim, tetapi tidak menutup kemungkinan juga dari kalangan muslim. Hal itu terlihat dari karakter konsumen yang mengunjungi restoran-restoran tersebut.

Kita dan sebagian besar masyarakat awam memang selama ini menilai bahwa restoran seafood itu halal. Anggapan ini ternyata tidak sepenuhnya benar dengan melihat fakta-fakta yang ada di lapangan. Sementara itu pihak penjual cenderung tidak mau berterus terang ketika di dalam menu yang dijualnya terdapat barang-barang haram, seperti daging babi, lemak babi, daging kodok dan minuman keras.

Tanpa adanya informasi yang jelas dan lugas ini pembeli yang datang biasanya berasal dari berbagai kalangan, baik yang non muslim maupun muslim. Dengan demikian telah terjadi unsur manipulasi dalam menyembunyikan keharaman makanan yang seolah-olah dari seafood tersebut.

Berdasarkan fakta yang ada di lapang tersebut, sebaiknya kita memang harus berpikir ulang untuk mengunjungi restoran seafood. Lebih baik bertanya dari pada sesat di jalan.

Sumber: Jurnal Halal LP POM MUI Oleh : Nw, Dw, Ek

Category: ,  
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.
0 Responses