Memakan dan Membudayakan Kodok

kodokKeputusan Fatwa Majelis Ulama IndonesiaTentang Memakan dan membudayakan kodok. Rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, yang diperluas dengan beberapa utusan Majelis Ulama Daerah, beberapa Dekan Fakultas Syari’ah IAIN dan tenaga-tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor, yang diselenggarakan pada hari senin, 18 Shafar 1405 H. (12 Nopember 1984 M.) di Masjid Istiqlal Jakarta, setelah :


Menimbang :
Bahwa akhir-akhir ini telah tumbuh dan berkembang usaha pembudidayakan kodok oleh sebagian para petani ikan.

Mendengar :

  1. Pengarahan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
  2. Keterangan para ahli perikanan tentang kehidupan kodok dan peternakannya.
  3. Makalah-makalah dari Majelis Ulama Daerah Sumatera Barat, NTB, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, IAIN Walisongo Semarang.
  4. Pembahasan para peserta dan pendapat-pendapat yang berkembang dalam sidang tersebut.

Memperhatikan dan memahami :

1. Ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah, serta kaidah-kaidah fiqhiyah antara lain :

  1. Surat al-An’am ayat 145. “Katakanlah : Tiada aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu adalah kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.”
  2. Surat al-Mai’dah ayat 96. “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang orang yang dalam perjalanan.
  3. Surat Al-A’raf, ayat 157. “Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”.

2. Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW :
“Dari Abdurrahman bin Utsman Al Quraisy bahwanya seorang tabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah SAW, tentang kodok yang dipergunakan dalam campuran obat, maka Rasulullah SAW melarang membunuhnya.” (Ditakharijkan oleh Ahmad dan dishahihkan Hakim, ditakhrijkannya pula Abu Daud dan Nasa’I).

3. Memanfaatkan kulit bangkai selain anjing dan babi, melalui proses penyamakan, dibolehkan menurut ajaran agama.
4. Semua binatang yang hidup menurut jumhur ulama hukumnya tidak najis kecuali anjing dan babi.
5. Khusus mengenai memakan daging kodok, jumhur ulama berpendapat tidak halal, sedangkan sebagian ulama yang seperti Imam Malik menghalalkan.
6. Menurut keterangan tenaga ahli dari Institut Pertanian Bogor Dr. H. Mahammad Eidman M.Sc. bahwa dari lebih kurang 150 jenis kodok yang berada di Indonesia baru 10 jenis yang diyakini tidak mengandung racun, yaitu :

  • Rana Macrodon
  • Rana Ingeri
  • Rana Magna
  • Rana Modesta
  • Rana Canerivon
  • Rana Hinascaris
  • Rana Glandilos
  • Hihrun Arfiki
  • Hyhrun Pagun
  • Rana Catesbiana

Maka dengan bertawakal kepada Allah SWT, sidang :

MEMUTUSKAN

  1. Membenarkan adanya pendapat Mazhab Syafii/jumhur Ulama tentang tidak halalnya memakan daging kodok, dan membenarkan adanya pendapat Imam Maliki tentang halalnya daging kodok tersebut.
  2. Membudidayakan kodok hanya untuk diambali manfaatnya, tidak untuk dimakan. Tidak bertentang dengan ajaran Islam.

Jakarta, 18 Shafar 1405 H, 12 Nopember 1984 M

KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua

PROF.KH.IBRAHIM

Sekretaris

H.MAS’UD

Category:  
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.
0 Responses