Makanan dan Barokah

dagingDi sebuah mal besar di Bandung, terjajar rapi aneka roti yang menggiurkan dari croissant, muffin, hingga kue kepang besar dengan taburan sosis. Pelayanan diberikan secara swalayan. Setiap pengunjung boleh mengambilnya sendiri. Mungkin tak banyak orang berpikir tentang kehalalannya, sebab masyarakat pada umumnya mendefinisikan halal dan haram hanya dengan acuan babi atau anjing.

Padahal, sebenarnya konsep halal jauh lebih komprehensif dari itu. Jelas-jelas counter roti tersebut tidak mencantumkan label halal dalam kemasan produk, dalam plastik pembungkus, mau pun di sisi nama merek mereka dipampang di dinding counter. Di sudut lain, toko kecil penjual cake dan tiramisu, tak juga jelas bagaimana cara memastikan bahwa produk makanan yang sangat diminati tersebut halal. Di tengah kota sebuah kedai penjual makanan Cina sesak oleh pengunjung sekalipun terdapat kemungkinan penggunaan arak dalam proses memasak. Di kota-kota yang terkenal dengan aneka makanan enak seperti Bandung, pertanyaan tentang kehalalan menjadi teramat sangat tidak populis.

Masyarakat muslim merupakan pangsa pasar utama di negeri ini, tetapi selama ini hak-hak mereka sebagai konsumen tidak terpenuhi dengan baik. Terjadi pembodohan dan pendangkalan makna terhadap kehalalan (jika tidak dapat dikatakan sebagai ketidak tahuan atau ketidak sengajaan). Dengan minimnya pengetahuan masyarakat, produsen semakin bebas mendikte dan mengelabui konsumen. Upaya pencerdasan dalam persepsi usaha diartikan sebagai upaya promosi semata. Bagi muslim, persoalan makan bukan hanya persoalan perut yang lapar. Dalam Islam, turut dipertimbangkan pula pengaruh setiap makanan yang masuk ke dalam tubuh, sebab sari makanan akan masuk ke dalam darah, mempengaruhi metabolisme tubuh secara umum. Islam mempertimbangkan barokah dari makanan yang masuk ke dalam perut, baik buruknya bagi kesehatan fisik dan mental.

Di era kekinian dimana yang tampak jauh lebih dihargai dari yang tidak tampak, konsep barokah ini sering kali dipandang sebelah mata. Manusia tampak semakin rakus dan memakan segala. Padahal Allah sangat memuliakan manusia dengan berbagai penjagaan dan pengistimewaan di antara semua makhlukNya. Dalam berbagai kesempatan publik, pertanyaan tentang kehalalan justru dianggap oleh banyak orang sebagai pertanyaan tidak sopan, keji, atau menunjukkan bahwa si penanya merupakan orang yang fundamentalis dan antipluralisme. Konsumen yang paham benar hak-haknya tampak sebagai orang yang menyusahkan diri sendiri. Semua manusia tahu bahwa kehidupan ini tidak abadi. Surga dan neraka adalah konsekuensi dari pilihan-pilihan yang diambil. Dan darah yang berasal dari barang haram tidak akan dapat menyentuh surga.

You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.
0 Responses