''Aku Saladin, bukan mereka. Pergilah ke negeri-negeri Kristen ....''
Yerusalem, 1187. Di luar gerbang kota suci itu, Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (Saladin) berdiri tegap berhadapan dengan Balian of Ibelin, panglima Tentara Salib. Di pinggang kanan kedua perwira itu terhunus pedang tajam. Keduanya bersiaga untuk saling bunuh.
Ratusan ribu tentara Islam berbaris di belakang Saladin. Dari balik gerbang, warga Kristen menanti dengan cemas pertemuan itu. Sebagian Yerusalem sudah hancur. Mayat-mayat bergelimpangan di mana-mana. Di belakang Balian, ribuan Tentara Salib bersiap menyerang. ''Ketika Tentara Salib merebut Yerusalem seratus tahun lalu, seluruh Muslim dibantai,'' Balian mulai pembicaraan.
Saladin tersenyum. Matanya menatap tajam lawan bicaranya. ''Aku Saladin, bukan mereka. Pergilah ke negeri-negeri Kristen, bawa pasukan dan rakyatmu yang memang ingin pergi. Tak ada pembunuhan,'' kata Saladin.
''Jika begitu, aku serahkan Yerusalem kepada Anda,'' balas Balian. Saladin menyalami Balian. Keduanya kembali ke pasukan masing-masing. Warga Kristen dan Tentara Salib menyambut suka cita hasil perundingan dua pemimpin besar itu. Mereka pun memuji-muji dengan meneriakkan nama Balian dan Saladin. Yerusalem pun dikuasai kaum Muslim yang disebut juga Saracen. Tak lama setelah itu, rombongan pengungsian beriring-iringan meninggalkan Yerusalem, termasuk adik raja Baldwin, Sibyll.
Kutipan di atas adalah cuplikan dari film Hollywood berjudul ''Kingdom of Heaven'' garapan Ridley Scott. Film yang naskahnya ditulis William Monahan itu bercerita Perang Salib terakhir tentang kejatuhan Yerusalem --Kota Kerajaan Surga, tempat pengampunan-- ke tangan Saladin (Ghassan Massoud) dan pasukannya.
Scott mengatakan bahwa dirinya tidak sedang menggelorakan perang suci lain dengan membuat film ini. Ia hanya ingin memberikan fakta bahwa tidak semua orang Barat (Kristen) itu baik, dan tidak semua kaum Muslim itu buruk. ''Pemahaman kita atas sejarah masa lalu seperti Perang Salib masih terlalu sedikit,'' kata pria asal Inggris kelahiran 68 tahun lalu itu. Scott dikenal sebagai sutradara yang mencoba memahami Islam secara utuh. Ia mengaku mengagumi Saladin, sosok yang tidak hanya pandai berperang, tetapi juga mampu berdiplomasi dengan hebat. Ini terlihat dari cara Saladin yang tidak jadi menyerang Yerusalem setelah sekelompok kafilah Muslim dibunuh tentara Kristen.
Pemeran Saladin, Ghassan, aktor asal Suriah, sependapat dengan Scott. Sejak serangan 11 September 2001, kata Ghassan, citra umat Islam tercoreng. Misi film ini untuk membuka pandangan Barat bahwa Islam itu agama damai dan tidak menyukai peperangan. ''Saya senang dengan film ini,'' kata Ghassan. Apalagi, paparnya, film ini disutradarai oleh seorang Ridley Scott yang sukses meraih Piala Oscar untuk film ''The Gladiator'' (2000).
Kalangan pengritik film di Amerika dan Eropa memberikan penilaian beragam atas kehadiran ''Kingdom of Heaven''. Ada yang menilai film ini lebih menampilkan Islam sebagai ''pemenang'' dan positif. Ada juga yang berpendapat Kristen sebagai pihak yang lebih baik dengan penonjolan karakter Balian. Tapi, ada yang mengecam, film ini tidak sesuai sejarah yang sebenarnya.
Hingga pekan kedua ditayangkan di Amerika, film ini masuk nomor satu box office (film laris). Ia mengalahkan ''The Interpreter'' yang diperankan Nicole Kidman dan Sean Pean. Dalam hitungan hari, ''Kingdom of Heaven'' telah meraup pendapatan sekitar 20 juta dolar AS.
Film yang diproduksi Twentieth Century Fox itu mencoba mengkritik sepak terjang Presiden George W Bush terhadap perang Irak. Sebagai negara adikuasa yang tak ada tandingannya, kata Ghassan, Bush sebetulnya bisa menggunakan di luar cara perang untuk menyelesaikan persoalan Irak. Semua bisa dilakukan dengan diplomasi seperti yang dilakukan Saladin --yang pada saat itu memiliki kekuasaan hebat.
Selama ini, film-film Hollywood tentang Islam lebih banyak dibumbui cerita-cerita jahat dan licik. Lihat saja di film ''Delta Force'', ''True Lies'', dan lainnya. Ada juga yang positif seperti ''Lion of The Desert'' yang diperankan Anthony Quinn. Kemudian muncul ''Kingdom of Heaven''.
Cerita ''Kingdom of Heaven'' diawali dari perjalanan Satria Tentara Salib, Godfrey of Ibelin (Liam Neeson), dari Prancis menuju Kota Suci (Yerusalem) sambil mencari putranya, Balian (Orlando Bloom). Godfrey akhirnya bertemu dengan Balian dan mengajaknya bertemu Raja Baldwin di Yerusalem.
Godfrey dikenal sebagai seorang satria yang menginginkan perdamaian antara Kristen dan Muslim. Ia sangat mendukung kebijakan Raja Baldwin yang kooperatif dengan Saladin. Raja dan Saladin membuat perjanjian bertoleransi.
Saladin berkomitmen untuk tidak menyerang Yerusalem asalkan umat Muslim tidak diganggu. Padahal, seperti dikatakan Tiberias (Jeremy Irons), tangan kanan Raja Baldwin, Saladin akan dengan mudah menundukkan Yerusalem. ''Dia memiliki 200 ribu prajurit siap tempur,'' kata Tiberias. Tapi, perjanjian dilanggar segelintir satria Kristen. Adalah Guy de Lusignan (Marton Csokas) yang memerintahkan pembunuhan terhadap sekelompok kafilah Muslim. Guy juga menangkap saudara perempuan Saladin dan membunuhnya.
Ketika utusan Saladin meminta jenazahnya, Guy --yang telah terpilih sebagai raja menggantikan Baldwin karena meninggal-- malah memenggal leher utusan itu. Saladin marah dan memerintahkan pasukannya siaga. Pada sisi lain, Guy menyiapkan para tentaranya untuk menyerang Saladin. Pasukan Muslim, dengan berbagai atribut dan senjata, akhirnya menyerbu Yerusalem dan menang.
Saladin lahir di Tikrit, Irak, pada 532 Hijriah (1138 Masehi). Ia bukan Arab, tapi keturunan Kurdi. Ia menguasai ilmu kalam, fikih, Alquran, dan hadis. Sebagian hidupnya habis untuk berperang, dari mulai memadamkan pemberontakan dalam negeri, hingga melawan Tentara Salib.
Saladin memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap umat Kristen. Ketika menguasai Iskandariyah, ia mengunjungi orang-orang Kristen dan mengizinkan mereka berziarah ke Baitulmakdis. Saladin wafat di usia ke-57 tahun tanpa meninggalkan harta benda yang banyak, kecuali beberapa dirham dan dinar.
Film ini juga dibumbui dengan pergolakan batin Balian, Tiberias, dan Godfrey, tentang alasan perang suci. ''Kini aku sadar, perang suci bukan karena atas nama Tuhan. Tapi, karena alasan kekayaan dan tanah,'' kata Tiberias kepada Balian. Film berakhir dengan perginya Balian yang kemudian bertemu Raja Richard yang berjuluk ''Hati Singa''. Kepada Balian, Richard mengatakan akan kembali merebut Yerusalem. (RioL)
(elba damhuri )
Kingdom of Heaven Direspons Positif
DHOHA -- 13/5 Film Kingdom of Heaven besutan sutradara Hollywood, Ridley Scott direspons positif oleh pemerhati film di dunia Islam, khususnya Arab. Film yang bercerita tentang pertempuran memperebutkan kota Yerusalem antara pasukan Muslim dan pasukan Kristen pada abad ke-12 atau Perang Salib ini dianggap objektif dan memotret fakta sejarah.
"Film Kingdom of Heaven sangat jelas memperlihatkan fanatisme agama, tapi bisa diterima," ujar Amin Maalouf, pengarang buku yang berjudul Perang Salib Dimata Dunia Arab.
Awalnya banyak yang pesimis film ini. Seperti film-film Hollywood lainnya, mereka khawatir Kingdom of Heaven akan menampilkan gambaran yang adil tentang umat Islam. Para kreator film Hollywood, selama ini selalu menampilkan pihak Islam sebagai pihak musuh yang kejam dan haus darah, sehingga menambah citra buruk Islam di kalangan masyarakat Barat.
"Tujuan dari film ini untuk menyembuhkan luka-luka, bukan untuk membukanya kembali," tambah kritikus film asal Mesir, Tarek Al-Shenawy. Kalangan Islam memuji penggambaran tokoh Muslim Saladin, pemimpin pasukan Islam asal Kurdi dalam film tersebut. Saladin merebut kembali Yerusalem dari tangan pasukan Kristen pada tahun 1187.
Para pemerhati film di negara-negara Arab berpendapat Kingdom of Heaven bisa membantu memperbaiki kembali reputasi Islam yang selama ini dirusak oleh film-film Hollywood. Terutama film-film yang menampilkan pertentangan antara pejuang Islam dan pahlawan-pahlawan Amerika.
Namun akademisi asal Lebanon, Asad Abu Khalil, merasa keberatan dengan salah satu adegan dalam film tersebut. Dalam salah satu adegan, pemeran utama dari pasukan Kristen bernama Balian, yang diperankan oleh Orlando Bloom, memberi contoh pada para petani Arab bagaimana menggali sumur untuk mengairi tanah pertanian mereka.
"Saya sangat tidak senang, ketika tokoh pahlawan dalam film itu mengambil alih hak miliknya, dan dengan gaya orang Barat yang 'genius' mengajarkan bagaimana menggali sumur pada orang Arab, seolah-olah orang-orang Arab itu tidak pernah menggali sumur selama berabad-abad," tulis Abu Khalil dalam situs pribadinya. Baginya, ini menjadi semacam mitos yang berkembang di kalangan Barat yang meyakini bahwa kedatangan Zionis telah membuat 'padang pasir menjadi subur' di Palestina. (RioL)
( tri/aljazirah )
Category:
History
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.
0 Responses