Supaya badan sehat dan tumbuh sempurna kita dianjurkan makan daging. Tetapi kehalalan produk tersebut sering dipertanyakan. Kecemasan akan halal atau tidaknya daging yang beredar di pasar saat ini cukup beralasan. Selain para pelaku usaha daging di Tanah Air yang kadang-kadang berbuat curang, juga banyaknya daging impor yang didatangkan dari berbagai negara non-Muslim.
Daging impor mempunyai sederet catatan. Yang paling umum, adalah pertanyaan apakah benar-benar disembelih secara Islam atau tidak, kendati kini banyak pula daging impor yang masuk sudah besertifikat halal dari negara asalnya. Pertanyaan itu sangat beralasan, mengingat daging itu kebanyakan berasal dari negara-negara non-Muslim.
Sebetulnya, ‘kenyamanan’ Anda menyantap daging tak perlu terganggu asal Anda tahu dan bisa mengenali jenis-jenis daging yang boleh dan tidak boleh kita santap sesuai syariat Islam. Tentu saja, Anda tak usah merasa ‘terintimidasi’ saat mengonsumsi daging, dengan melontarkan pertanyaan, ”Jadi saya haarus makan apa, jika semuanya haram?” jika Anda tahu mana batasan halal-haram daging yang kita konsumsi.
Berikut ini adalah jenis-jenis daging yang haram untuk dikonsumsi (dan sebaiknya Anda harus dari daftar belanjaan Anda):
Daging dari hewan yang haram
Daging yang berasal dari hewan haram seperti babi, celeng, kodok, anjing, dan sebagainya sering dipasarkan kepada masyarakat. Biasanya daging itu dicampurkan dengan daging sapi, sehingga masyarakat tidak menyadari kalau dia membeli daging haram. Dalam sejarah perhalalan di Indonesia sudah tercatat beberapa kasus yang melibatkan daging haram, seperti daging babi dan celeng. Pada tahun 1997 terjadi kasus pencampuran daging sapi dengan daging babi di Lampung. Kasus itu kemudian ditangani oleh aparat kepolisian, dan para pelakunya dimeja hijaukan.
Hal yang sama pernah terjadi pada tahun 2000, di mana daging sapi yang dijual di Jabotabek diduga dioplos dengan daging celeng dari Sumatera. Kasus itu sempat menghebohkan masyarakat. Penjualan daging menurun drastis. Tukang baso dan mie ayam ikut merasakan dampaknya, karena orang takut membeli makanan yang berasal dari daging.
Di masa yang akan datang kerawanan penggunaan daging dari hewan haram ini masih mungkin terjadi. Sebab populasi babi dan celeng di Indonesia relatif cukup besar dibandingkan dengan pengkonsumsi daging haram tersebut. Khusus untuk daging celeng atau babi hutan, hewan tersebut hidup secara liar di hutan-hutan di Sumatera. Keberadaannya sering mengganggu petani dan masyarakat di sekitar hutan. Oleh karena itu hewan tersebut biasanya diburu dan dibunuh. Mengingat harga daging sapi yang terus beranjak naik dan kehidupan ekonomi masyarakat yang masih kurang baik, hal ini bisa saja menggoda oknum-oknum masyarakat untuk berbuat curang dengan menjual daging celeng tersebut kepada masyarakat sebagai daging sapi. Karenanya, lebih amannya, bila menginginkan mie baso, misalnya, belilah ke penjual yang Anda yakin ‘amanah’ dalam menyediakan pangan halal. Atau, lebih bagus lagi, buatlah sendiri baso itu!
Bangkai
Bangkai adalah hewan yang sudah mati sebelum disembelih. Seharusnya bangkai tidak dapat dikonsumsi manusia, baik untuk alasan kehalalan maupun kesehatan. Dari segi kehalalan hukum bangkai ini sudah cukup jelas, yaitu haram. Namun dalam praktik perdagangan daging di Indonesia, kecurangan dengan memasukkan daging bangkai di samping daging halal lainnya masih saja terjadi. Di beberapa daerah di Jawa ada beberapa oknum blantik (pedagang hewan) yang masih berbuat curang dengan memotong bangkai sapi atau kerbo dan menjual dagingnya ke pasar. Penyembelihan bangkai ini tentu saja dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan ilegal. Namun dari keterangan beberapa pihak, praktik pembelian dan perdagangan sapi bangkai ini masih terjadi. Sapi atau kerbau yang sudah mati (akibat sakit atau sebab lainnya) bisa ditawar oleh para blantik itu dengan kisaran harga Rp 500 ribu. Sebuah harga yang sangat murah, dibandingkan sapi sehat yang berharga lebih dari Rp 5 juta.
Demikian juga yang terjadi dengan ayam. Dalam perdagangan ayam pedaging, biasanya ada ayam yang mati sebelum disembelih. Kematian itu disebabkan oleh daya tahan yang kurang baik selama perjalanan atau terkena penyakit. Secara normal jumlah ayam yang mati sebelum disembelih dalam setiap pengiriman sekitar 0,1 sampai 1 persen. Seharusnya ayam bangkai atau terkenal dengan istilah ayam tiren (mati kemarin) itu tidak boleh dikonsumsi manusia.
Tidak disembelih dengan cara Islam
Dalam dunia perdagangan, daging yang tidak disembelih secara Islam juga sering terjadi jika penyembelih hewan tersebut bukan beragama Islam. Meskipun hewan yang disembelih adalah hewan halal, tetapi kalau tidak disembelih secara halal, maka dagingnya juga akan menjadi haram. Tetapi untuk pemotongan hewan di dalam negeri, proses penyembelihan yang dilakukan secara resmi pada umumnya telah dilakukan secara Islam dan oleh pemotong yang beragama Islam. Meskipun untuk daerah-daerah yang penduduknya kebanyakan non-Muslim, tetapi peraturan yang diterapkan untuk RPH-RPH (Rumah Potong Hewan) pemerintah harus menggunakan jagal yang beragama Islam.
Daging impor
Memang kebanyakan daging yang diimpor ke Indonesia itu memiliki sertifikat halal dari asosiasi Muslim setempat. Tetapi pengawasan dan kewaspadaan terhadap daging impor itu tetap harus dilakukan, mengingat dalam dunia perdagangan praktik-praktik manipulasi untuk mendapatkan keuntungan besar masih saja terjadi. Pemberian sertifikat halal untuk daging itu dilakukan dengan mempekerjakan jagal-jagal Muslim. Untuk itu biasanya harga daging halal sedikit lebih mahal dibandingkan daging non- halal. Pengusaha yang nakal kadang-kadang suka menambahkan jumlah daging dari yang dipotong secara halal. Misalnya mereka order daging halal cuma 100 ton, tetapi memasukkan seribu ton. Sisanya diambil dari daging yang non-halal. n tim LPPOM MUI/jurnal halal