Tentang Programmer

“Rokoknya mas”
“Makasi, ga ngerokok”
“Loh, programmer disini kok pada ga ngerokok smua ya? Kalo disana programmer pada ngerokok semua…”

Begitulah kira-kira sekilas perbincangan ku dengan salah seorang programmer asal pulau Jawa pas lagi ngerjain project di salah satu perusahaan perkebunan. Menyiratkan kalau dia menganggap bahwa semua itu programmer itu perokok. Memang, kadang-kadang ada faktor-faktor tertentu membuat seseorang “dicap” sebagai programmer. Saking maniaknya coding, seorang programmer kadang-kadang mpe lupa cukuran, jarang mandi, telat sarapan (dirapel ama makan malam), ga pernah ganti baju, daerah sekitar mata kehitam-hitaman, tak jarang yang sering pilek karena kebiasaan begadang. Hal inilah yang membuat programmer diidentikkan dengan hal-hal tersebut di atas.

Ada satu kasus menarik. Ada seseorang mengirimkan email ke milis. Intinya dia kebingungan mau berpakaian apa pada saat wawancara pekerjaan sebagai programmer. Wah kenapa bingung? Karena telah tertanam di otaknya bahwa pakaian programmer mesti acak-acakan. Karena ada wawancara pekerjaan, dia bingung kalo berpakaian rapi ntar dianggap bukan programmer. Kalo pakaian acak-acakan ntar dianggap ga sopan. Nah lo, ga nyambung banget kan? Kita mesti sadar diri lah, namanya juga mau wawancara. Pakai pakaian yang sopan dunkz. Apa anda mau pergi wawancara tapi belum mandi, masih pake kaos oblong, celana pendek, kumis dan jenggot belum dirapiin, belum sikat gigi, mata masih setengah karena baru selesai coding? Ngga kaan…?

Kitalah yang Menciptakan
Yah, kitalah yang membuat aturan-aturan tersebut. Mengelompokkan seseorang berdasarkan “cover”-nya. Kalo mau jujur, ga semua orang seperti itu. Ga jarang kok programmer yang pakaiannya rapi. Keahlian seseorang di bidang programming ga ditentukan ama rapi atau tidak pakaiannya. So, walaupun seorang programmer berjenggot tebal, pakaian lusuh, mata kehitam-hitaman, belum tentu dia master coding. Bisa jadi dia adalah seorang programmer yang ga laku karena kurang ilmu.

Aku banyak kenal programmer yang berpakaian rapi, dan kenal pula programer-programmer berpakaian yang acak-acakan. Aku kenal juga programmer yang merokok. Dan banyak juga kenal mereka yang tidak merokok. Kesimpulannya, bukan dari cara pakaian atau kebiasaan yang menentukan bahwa seseorang itu programmer atau bukan. Soal cara pakaian dan kebiasaan itu merupakan pribadi dari masing-masing programmer dan berbeda satu sama lainnya.

Mr. X: “Mas, programmer ya?”
Gelandangan: “Kok nebak gitu?”
Mr. x: “Tuh pakaiannya acak-acakan…”
Gelandangan: “Lah.. dulu gw disebut gelandangan, sekarang disebut programmer… Udah nasib jadi orang susah.. disebut apa aja ya pasrah aja…” (Bicara dalam hati sambil garuk-garuk kepala)

Category: , ,  
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.
0 Responses