Pubic Hair

Anoew - Sumsel, Indonesia


Dear KoKiers,

Pubic Hair ini memang kadang-kadang suka bikin repot. Dibiarkan panjang gondrong malah suka nyelonong keluar dari CD, tapi kalau dicukur habis sampai botak gitu kok malah aneh ya, dan kadang jadi geli sendiri kalau melihatnya. Malah pernah ada protes dari mak’e Ucrit, “Iiiih aneh ah.., nggak macho!” Lho?! Saya baru nyadar kalau bulu-bulu itu bisa merubah penampilan sosok si kecil yang kadang suka membesar itu, bisa menjadi macho atau sebaliknya, culun.

Pengalaman dengan si bulu ini bermacam-macam. Mulai dari diprotes nggak macho, sampai pada kejadian memalukan di kolam renang dan kejadian nan mengharukan gara-gara terjepit retsleting. Sungguh bikin repot memang. Sewaktu em-el pun demikian. Kadang waktu pemanasan istri saya suka protes dari bawah sana, “Iiiiiihh…. Ihhhhhh…”, ujarnya sambil sesekali tanggannya membersihkan giginya. Saya tersenyum geli di tengah-tengah rangsangan sambil usil berujar kepadanya, “Jangan kena gigi yaaa”. Dan dia pun membalas tak kalah jail-nya, “Tenang aja bos, kena gigi uang kembali..”

Ayo kita cabut eh, kupas satu-satu kejadiannya.

Akhir pekan yang cerah di penghujung masa cuti dimana kesempatan berkumpul dengan keluarga, kami bertiga berniat menyegarkan badan dan otak yang butek ini dengan berenang di kolam renang air panas di daerah Slawi Jawa Tengah. Setelah sarapan kami segera bergegas kembali ke kamar mengambil pakaian renang masing-masing, tak lupa dengan segala perangkatnya. “Ayah, aku duluan kesana sama bunda ya”, teriak Si Ucrit. Saya mengiyakan dengan teriakan pula dari dalam kamar mandi karena musti buang hajat setelah sarapan. Rugi ya, habis sarapan dan ngopi kok malah keluar lagi, pantesan nggak nambah gemuk..!

Akhirnya saya menyusul mereka yang telah asik berenang kesana kemari menikmati hangatnya air kolam Guci sambil main lempar bola plastik. Saya tersenyum haru campur bahagia melihat mereka, sungguh saya bersyukur diberikan keindahan ini. Tapi, senyum haru ini nggak lama karena tiba-tiba Si Bunda melongo sambil tangannya ribut menunjuk ke arah saya. Langkah saya yang tadinya mau lompat ke air jadi terhenti. Bingung. Akhirnya dia keluar dari kolam dan buru-buru menghampiri saya dan berbisik, “Ssssst…. Itu bulunya kelihatan! Cepet balik badan sana, ganti celana yang lain!” katanya mendelik sambil mengangsurkan "Handuk". Saya melirik ke bawah lantas tersadar kaget, ya ampuuuun….! Untung Si Ucrit lagi asyik-asyiknya berenang!

Buru-buru balik ke kamar bermaksud mencari celana pengganti tapi nggak nemu, karena memang saya cuma punya satu itu! Sedikit berbeda dengan kasusnya Diah Bukan Pitaloka temennya Suika di artikel “Kehabisan Celana Dalam”, saya “cuma” nggak punya stok celana renang. Dan usut punya usut, ternyata memang bukan celana renang yang jadi sumber masalah, melainkan pubic hair di dalamnya yang membandel mengintip dunia luar.

Segera saya cari gunting dengan pertolongan petugas hotel yang harus nyari dulu ke warung, dan tentu saja perlu waktu yang nggak sebentar. Tok tok tok, suara pintu diketuk. “Permisi, guntingnya pak…,” suara si petugas dari luar kamar. Cepat saya sambar benda itu dari tangannya dan dengan gemas saya cukur si bulu sialan yang sempat bikin keki itu. Hingga akhirnya selesai sudah! Siap-siap, pakai celana renang dan bermaksud menyusul mereka lagi. Tapi…., baru langkah ini mencapai pintu, terdengar suara anak dan istri saya dengan ceria bercerita betapa menyenangkan berenang dan bermain di kolam renang air hangat! Huuuuuaaaaahhh…! Terus saya gimana dong? Nggak jadi berenang! Gara-gara si gondrong kurang ajar itu, acara berenang dan bersenang-senang jadi batal.

Kejadian lain yang tak kalah mengharukan dan bikin pilu adalah ketika terjepit retsleting. Pagi itu belum genap rasanya tidur ini menebus mata yang masih sepet dan berat akibat semalam habis-habisan bertempur, Si Bunda membangunkan saya minta diantar ke pasar pagi. “Bentar ajaaaaa…, nanti bunda pulangnya pake taksi deh…”, rengeknya sambil menggoyang-goyang bahu saya. Dengan malas saya bangun dan menyambar celana yang terkapar di lantai akibat pertempuran semalam. Untung malam itu Si Ucrit mau tidur sendiri di kamarnya, setelah dibohongi kalau ayahnya lagi sakit flu. “Takut tertular lhooo…”, timpal emaknya. Hihihi…., kali ini kami saling bahu membahu berbohong..

“Ayaaaaaah.., udah belum?”, teriak istri saya dari luar kamar yang sudah siap dengan tas belanjaannya. “Iya bentar”, sahut saya sambil bangun buru-buru dan mengenakan celana panjang tanpa CD. Karena, CD bekas semalam sudah beralih fungsi menjadi “kain pel”. Srrrttt…, retsleting saya tarik ke atas dan, wadoooooh…. Saya menjerit! Si bulu sialan itu lagi-lagi bikin ulah dengan menahan tarikan retsleting dengan sadisnya pas di tengah-tengah! Walhasil, saya meringis menahan sakit. Mau minta tolong sama dia saya nggak tega. “Ayaaaaah….., cepetan dong! Udah siang ni, ntar keburu habis nggak jadi masak deh..!”, masih saja dia berteriak. Huh, nggak tau apa kalau saya lagi berjuang membebaskan retsleting celana dari penjajahan bulu sialan itu?!

Tiba-tiba dia masuk ke kamar dan terbelalak, tersenyum dan akhirnya tertawa terbahak-bahak begitu melihat saya lagi berkutat dengan retsleting dan si gondrong. “Sini sini, bunda ambilin gunting…” ujarnya. Apaaaa??? Gunting lagi? Perangkat lunak saya mau digunting? Ah bukan, ternyata dia mengambil gunting dan dengan hati-hati menggunting si bulu yang nyangkut sambil berkuliah, “Makanya…, rajin-rajin di-trim dong biar rapi.” Tuturnya sambil sibuk cekrak-cekrik. Hah, memangnya rambut kepala pakai di-trim segala? Kenapa nggak sekalian direbonding atau cream bath aja? Ada-ada aja ah..!

Kala ada salon khusus menangani itu, wah, nggak kebayang kayak apa ya? Mungkin dengan sedikit fantasi liar bisa terwujud Salon Khusus Bulu dengan jasa-jasa sebagai berikut:

  • Cukur dan Cuci Blow Rp.25.000
  • Toning merah, kuning, hijau dan pirang Rp.50.000
  • Keriting khusus bagi yang berbulu lurus Rp.75.000
  • Rebonding Rp.100.000
  • Cream bath Rp.150.000
  • Paket Hemat Rp. 175.000 (cuci, cukur, blow, toning, dan cream bath)

Hihihi...!

Akhirnya setelah terbebas dari siksaan itu, dengan hati-hati saya naikkan retsleting ke atas dan mengenakan kaos siap berangkat ke pasar. Di jalan, istri saya senyum-senyum sementara saya masih cemberut menahan rasa nyeri yang masih cenut-cenut di bawah sana akibat proses pembebasan tadi sedikit banyak ada beberapa bulu yang tercabut dengan keras. Dan dengan santainya istri saya mengomentari tentang si pubic hair ini mulai dari nggak macho kalau botak sampai kepada kasus di Guci yang bikin malu plus repot kalau tragedi retsleting terjadi lagi, tanpa mengacuhkan kepedihan saya hiks..

Ah, memang merepotkan. Dicukur salah, dibiarkan gondrong pun salah…

Salam.

( kali ini nggak ada embel-embelnya, misalnya “Salam Pubic”)

Category: , ,  
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response.
0 Responses